MIMPI JADI THERAPIST

 

sumber foto : pixabay/psychology



Hai, apa kabar kalian semuanya? Aku harap baik secara fisik dan mental juga ya..

Kabarku baik disini. Aku semakin bertumbuh. Aku berusaha tenang dalam berproses. Aku berusaha tidak terburu-buru menjadi dewasa. Iya aku setuju bahwa menjadi dewasa itu menyakitkan. Menjadi dewasa kita dituntut independen dan mandiri dalam banyak hal. Semakin dewasa semakin sadar bahwa kesendirian itu adalah hal yang mutlak untuk dihadapi. Seringkali aku menahan kesenangan, membuat batasan dalam diri demi tujuan baik. Dan sekarang aku sedang belajar melepaskan belajar mengikhlaskan seseorang yang sangat aku sayangi. Oh ya aku belum cerita, masalah hidupku hanya tentang ambisi dan percintaan. Tidak ada masalah hidup lainnya. Keluarga, pekerjaan, finansial, pertemanan, adaptasi terhadap lingkungan, tidak ada yang menjadi suatu masalah besar bagiku. Masalah hidupku adalah pada diriku sendiri, pada pikiranku, pada perasaan-perasaan berlebihanku. Aku adalah orang yang sangat ambisius, ya aku jujur deh semuanya demi pengakuan hebat dari orang lain. Harapan-harapan seperti ini muncul aku yakin ada pengaruhnya dari masa lalu. Kemudian, percintaan. Aku menganggap diriku terlalu agresif kalau soal ini. Tapi ada beberapa orang lain menganggapnya tidak. Aku menyadari aku sangat mempunyai ekspektasi lebih terhadap percintaan, aku sangat membenci kesendirian dan kesepian karena sejak kecil aku tidak begitu mendapat kasih sayang dari seorang ayah yang seharusnya intim dan penuh cinta. Haha, aku selalu menghubungkan segala sesuatu yang aku rasakan saat ini dengan masa lalu. Aku selalu menyalahkan masa lalu. Apa itu sesuatu hal yang negative. Oh aku tidak perduli itu, pokoknya semua karena masa lalu.

Ohya teman, ada berita baik. Sekarang aku sudah bisa menulis langsung di laptop. Aku sudah bisa menuangkan isi pikiranku secara langsung di laptop. Ini perubahan yang sangat baik bagiku. Dulunya, ini sulit. Jadi aku harus bekerja dua kali. Dulu, aku hanya bisa curhat di buku diary. Dan aku menuliskannya kembali di laptop. Ahh sangat membuang waktu. Tapi ada sisi positifnya juga sih, aku jadi bisa menyaring tulisan-tulisanku, jika ada tulisan atau eyd yang kurang baik aku bisa memperbaikinya.

Kenapa tulisanku jadi gak nyambung dengan judulnya ya haha. Itu terjadi begitu saja kalau aku menuangkan isi pikiranku.

Aku berharap dengan menulis mimpiku disini, kelak itu akan menjadi suatu kenyataan. Aku sendiri sudah mengalaminya. Ada salah satu tulisanku di blog, aku menulis bahwa di usia sebelum 25 tahun, aku ingin menerbitkan sebuah buku. Dan booooooommmmmm! Itu sudah terjadi!! Keren bukan. Sayangnya saat itu aku tidak spesifik menuliskan mimpiku. Harusnya aku menulis bahwa aku ingin menjadi penulis yang menerbitkan buku di Gramedia dan itu menjadi best seller. Hahaha. Kini aku hanya bisa menerbitkan buku ku di penerbit indie / self publisher, yang penjualannya tidak begitu…. Ah sudahlah, kau jadi tahu nanti bahwa aku tidak sesukses yang kalian ekspektasikan terhadapku. Haha. Sekarang aku suka mengkhayal bahwa aku sedang sukses, itu membuatku merasa bahagia dan bersyukur. Ga salah kan? Yah bodo amat salah atau bukan, itu yang membuatku senang dan aku akan terus melakukannya. Berkhayal wkwk.

Jadi sebenarnya bulan Juli itu cukup berat bagiku setelah aku mengalami kebahagiaan yang luar biasa di bulan lahirku, bulan Juni. Habis gelap terbitlah terang. Habis menderita datanglah kebahagiaan. Dan sebaliknya. Wkwk aku gak tahu ini berhubungan atau tidak dengan apa yang aku alami sekarang. Tapi aku pernah baca tulisan ‘penderitaan mendorong kemajuan’. Haha aku jadi bangga sudah mengalami penderitaan, kesakitan, kegagalan. Aku berterimakasih kepada mereka.

Jadi, di bulan ini aku seperti merasakan de javu. Kejadian yang sama persis seperti tahun lalu di bulan yang sama. Kejadian yang terulang sangat rapi. Bedanya kali ini lebih terasa menyakitkan. Sering aku mengatakan ingin mati saja. Mengeluh terus sampai teman kantorku muak dengan celotehanku. Iya aku sakit secara psikis dan fisik. Sampai aku pingsan karena menahan sakit. Aku sudah ke IGD, di refer ke spesialis THT hasilnya nihil. Pemeriksaan CT Thorax kepala dan foto sinus sudah dilakukan dan semuanya normal, baik-baik saja. Haha. Karena tidak sembuh juga, kemudian aku di kasi surat rujukan lagi ke spesialis syaraf. Dengan segala pemeriksaan fisik yang dilakukan dokter, ia mendiagnosa bahwa aku mengalami sakit kepala tegang atau TTH (Tension Type Headache). Wah aku baru ini mendengarnya. Setelah 3 hari ternyata sakitku belum sembuh juga. Aku kontrol kembali ke dokter syaraf itu, katanya aku stres. Katanya, sebaiknya aku ke psikiatri. “haha, sudah dok. Dan aku di diagnosa ‘depresi ringan’, tapi aku gak mau kembali ke psikiater lagi, aku tidak mau mengonsumsi obat-obatan penenang terus.” Aku mengatakan seperti itu kepadanya. Setelah diperiksa lagi, dokter kemudian memberikan diagnosa baru. Kali ini aku mengalami Cluster Headache. Setelah browsing di om gugel tentang semua penyakit itu. Intinya adalah karena stres.

Aku terus menyangkal pada diriku sendiri bahwa sakitku karena stress. Aku menolak alam bawah sadarku. Atau mungkin akunya yang belum sadar. Ahh aku semakin kepikiran dengan semua diagnosa dokter itu. Ini kali kedua aku sakit fisik karena psikologis. Bahkan sampai diberikan surat sakit selama 3 hari untuk beristirahat.

Tiga bulan lalu, bulan April aku memang sudah ke psikiatri. Aku juga menyangkal bahwa aku depresi. “ahh terlalu mudah dan cepat dokter mendiagnosaku bahwa aku depresi. Masa sih aku depresi. Gak mungkin. Itu diagnosa yang salah. Tapi kalau memang betul, aku lemah sekali.” Perkataan-perkataan itu selalu bertengkar di otakku. Huhu, aku jadi lebih sensitive dan mudah menangis karena dibilang depresi.

Mungkin kalian bingung apa penyebabnya aku depresi. Semuanya tampak baik-baik saja dalam hidupku. Iya memang betul. Aku baru saja menerbitkan 2 buku sekaligus dalam 1 bulan. Apalagi yang harus ku permasalahkan? Harusnya bersyukur. Haha, entahlah. Aku tidak boleh terlalu terbuka pada kalian. Masalah setiap orang berbeda-beda. Kita punya dilema yang berbeda pula.

Tahun lalu aku konsultasi dengan psikolog dan tahun ini byaaarrrrr sudah ketemu langsung dengan psikiater. Semakin menjadi-jadi rupanya. Aku pikir aku akan berhenti dan sembuh dengan konsul ke psikolog, ternyata sebaliknya. Dengan semua yang aku alami ini, aku sangat menginginkan kesembuhan secara psikis, secara spiritual, secara batin dalam diriku. Aku semakin concern dengan kesehatan mental. Yaa karena aku sedang merasakannya.

Aku bermimpi menjadi seorang therapist karena aku ingin menyembuhkan kesehatan mentalku yang sedang tidak baik. Dan aku tidak mau berhenti di aku, namun aku juga ingin menyembuhkan orang lain dengan segala permasalahan hidupnya. Aku ingin menebarkan kebahagiaan pada semua umat manusia. Wkwk berlebihan tidak? Haha itulah mimpiku. Tapi sebelum menyembuhkan orang lain tentu aku harus menyelesaikan diriku sendiri terlebih dahulu. Iya aku paham aku harus demikian. Aku sudah bertanya ke teman-temanku dan beberapa senior terkait mimpiku menjadi therapist. Ada yang mengatakan,

“prospek menjadi therapist itu tidak menjanjikan. Kau tidak akan kaya dengan profesi itu”

“menjadi therapist itu hanya keinginan mu saja bukan kebutuhanmu. Itu hanya kesenanganmu semata. Jadikan itu hobi saja. Tapi untuk keberhasilan karirmu, jangan pilih menjadi therapist”

“kau ini ada-ada saja. Kau ingin menjadi therapist alih-alih hanya sekedar untuk "menyembuhkan dirimu saja. Ada yang tidak beres dengan dirimu”

“kau mengambil jurusan s2 psikologi, kau tetap saja tidak bisa membuka praktek menjadi therapist”

“tidak perlu s2 untuk menjadi therapist, ambil saja pelatihan menjadi therapist” (fyi, biayanya sangat mahal guys, jual ginjal dulu wkwk canda dear)

“begini saja. Kau tidak akan bisa menjadi therapist tapi kau bisa menjadi praktisi, orang yang berkecimpung dalam kesehatan mental. Pilih salah satu, jangan egois. Jangan memaksakan kehendakmu”

Semakin besar keinginanku untuk menjadi therapist, semakin sakit rasanya tekanan batin yang aku alami. Tekanan terhadap diriku sendiri. Bingung. Sampai aku menceritakan ini ke salah satu therapist favoritku di Instagram. Aku mengenal dia, namun aku rasa dia tidak mengenalku. Aku pernah melihat dia saat menjadi pembicara pada ajang Duta Genre Sumatera Utara tahun 2018. Sejak itu aku terus mengikutinya di Instagram. Mulai dari followersnya 2000an hingga kini mencapai 22k. Keren gak sih perubahan dia? Aku ingin menjadi seperti dia. Coba kalian cari deh Qintari Ditha di Instagram kalian. Aku pernah membuat story tentang keinginanku ini dan menge-tag dia. Dan wow dia membalasnya juga di story ig dia. Intinya dia mengatakan bahwa jika ingin menjadi therapist, memang akan terasa sakit terlebih dahulu karena kita harus memurnikan diri sendiri terlebih dahulu. Penderitaan itu adalah proses pemurnian. Akan terasa menyakitkan bahkan seperti berasa di neraka. Wah wah wah. Bagaimana menurut kalian? Menyeramkan bagiku.

Beberapa bulan aku terus memikirkannya. “apakah menjadi therapist adalah yang terbaik bagiku? Bagaimana aku harus mencapainya? Apa benar aku tidak harus menjadi therapist, aku harus mengubur mimpi ini begitukah?”

Namun akhir-akhir ini aku membayangkan, suatu saat aku akan lolos cpns di suatu daerah terpencil kemudian aku menjadi therapist dengan belajar otodidak. Suatu saat aku pasti bisa menyembuhkan orang melalui social mediaku yaitu Instagram. Aku yakin akan berhasil disitu. Sembari mempunyai pekerjaan profesional menjadi cpns. Disisi lain, aku akan menebarkan hobiku menjadi therapist. Kelak aku akan mengambil pelatihan itu jika keuanganku sudah mumpuni. Aku akan menjadi seorang influencer yang berkecimpung dalam kesehatan mental. Aku harap ini akan terjadi sebelum aku berusia 30 tahun. Wahh keren gak sih?

Semoga demikian terjadi ya. Amin. Kelak aku akan membaca tulisanku ini lagi. Seperti aku menulis mimpiku untuk menerbitkan buku.

Btw, aku sudah mengoleksi beberapa buku psikologi, pengembangan diri, dan filsafat. Kalau kalian ada referensi atau berkenan untuk meminjamkan beberapa dari kalian, let me know ya! Hihi walau peluang kemungkinannya kecil untuk bisa dipinjamkan, tapi tak apa lah ya jujur disini. Aku sudah terlalu banyak menghabiskan uang untuk membeli buku wkwk.

Aku sangat bersemangat menulis ini. Tapi sepertinya sudah kepanjangan wkkw. Kita sudahi dulu ya. Nge teh atau ngopi dulu kita guys. Sampai berjumpa di tulisan selanjutnya yang entah kapan terbit lagi di blogku ini ahaha. Aku harap aku bisa konsisten menulis disini. Amin ya, semoga demikian.  Ohhya beberapa kali aku menerima pesan, mereka menyebutku motivator dan influencer. Hahaha. Senang sekali sekaligus malu sih. Malu-malu kucing tepatnya. Tapi dari dulu aku pengen banget sih jadi motivator. Liat aja lagi blog-blog ku yang sudah sangat lama, disitu juga aku pernah menulis aku bermimpi menjadi motivatir, lagi-lagi enggak spesifik jadi motivator seperti apa. Huhu. Aku harus belajar menulis harapan dan mimpi sepertinya. Harus spesifik. Kata-kata adalah doa. Bener gak? Tulisan juga termasuk kata-kata gak sih? Wkwk. Aku akan terus berusaha supaya bisa mewujudkan semua itu. SEMANGAT!!

Ehh kok gak selesai-selesai sih wkwk. Oke guys kali ini bener-bener aku sudahi ya. Bye!

Stay safe kalian semua. Jangan lupa bahagia!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ringkasan Buku “Mindset” Karya Carol S. Dweck

SINOPSIS BUKU SEGALA-GALANYA AMBYAR KARYA MARK MANSON