Perjalanan Melewati 2 Pulauuu!!

PEJUANG DI MASA MUDA
PEMIMPIN DI MASA TUA

Kata-kata mutiara ini secara tidak langsung membakar semangatku sebagai orang muda. Terus berjuang, jangan pernah lengah, jangan kasi kendor.

Kali ini aku akan ceritakan perjalananku menjadi Delegasi Indonesian Future Leader Conference (IFLC) di Makassar, Sulawesi Selatan. Seperti biasa, event ini merupakan event nasional di bidang kepemudaan yang diselenggarakan oleh Indonesian Future Leader Chapter Sulsel. Acara ini di hadiri oleh 120 pemuda/i se Indonesia. Output dari event ini adalah dapat mewujudkan sinergitas dan kolaborasi pemuda dalam membangun negeri.

November 2017,
Dalam sehari aku membuat rencana project social sebagai syarat pendaftaran administrasi event ini. Untuk event ini, aku tidak terlalu banyak berharap. Persiapannya juga biasa-biasa saja. Karena lokasinya yang cukup, aku sedikit pesimis untuk berangkat karena lagi-lagi event ini self funded (biaya pribadi).

Desember 2017,
Tiba-tiba aku diajak pergi ke Jakarta merawat kakak kandungku yang sedang terbaring di rumah sakit. Hanya seminggu. Ketika aku mengecek ponselku, aku mendengar kabar bahwa telah keluar hasil pengumuman tahap pertama IFLC. Aku tidak langsung membuka hasilnya. Aku urungkan niatku. "Besok pagi saja ngeceknya, palingan juga enggak lulus, aku ngerjain esainya juga engga totalitas banget" pikirku dalam hati. Keesokan harinya, dengan membuat tanda salib (kebiasaanku saat membuka pengumuman),  ternyata aku berhasiiiilllllllll lolos tahap pertama menjadi calon delegasi IFLC. Senang? Ya seneng banget. Tapi perjuangan belum usai. Aku harus melewati tahap selanjutnya yaitu tahap wawancara by phone. Aku mendapat jadwal wawancara tanggal 27 Desember 2017.

Setelah aku melewati hari Natal di Jakarta. Tibalah pada waktunya dihariha wawancara, aku malah pergi jalan-jalan dengan kakak iparku. Malam harinya kami masih berada di Central Park, dan rupanya panitia menghubungiku untuk mulai wawancara.
 "Halo, ini lucia ya. Ini saya panitia IFLC yang akan mewawancarai lucia" kata panitia.
"Oh iya mbak, sebentar saya sedang makan malam. Nanti saya telfon balik kalau sudah selesai makan. Kira-kira jam 8 nanti ya mbak" tukasku.
"Oh oke kak, nanti bekabar lagi ya"

Hal yang lucu bagiku menunda wawancara dengan panitia. Dan baru pertama kali ini, pada saat wawancara aku berada di mall. Dulu, aku adalah orang sangat prepare kalau sudah tau mau wawancara. "Apa ya yg bakal ditanya, aku harus jawab apa nanti". Aku selalu searching-searching apa yang akan ditanya jika wawancara. Nah yang ini malah sebaliknya.

Setelah makan, aku dan kakak ipar malah lanjut jalan-jalan lagi. Aku lupa bahwa aku telah berjanji menghubungi panitia. Tak lama kemudian, panitia itu menelfonku balik, dengan suasana lumayan ribut, yah taulah gimana mall, aku mulai diwawancarai panitia. Dengan seadanya, aku menjawab seluruh pertanyaannya. Kira-kira 20 menit lebih wawancara usai, aku merasa durasi ini sangat cepat. Sebelumnya aku pernah wawancara saat apply beasiswa sampai sejam. Benar-benar unprepared.

Dan yang tak disangka-sangka 3 hari kemudian aku dinyatakan lolos tahap wawancaraaaa. Ini sungguh unbelieveable banget.

Januari 2018,
Minggu pertama dan kedua aku masih santai, belum ada memikirkan untuk ajukan proposal IFLC karena minggu ini masih banyak instansi libur tahun baru dan kemungkinan kalau aku kasih ke senior-senior organisasi juga gak bakal diterima karna acaranya masih lama (acaranya diadakan tanggal 1-3 Maret 2018).
Di minggu ketiga dan keempat, aku mulai sibuk buat proposal dan mengantarnya ke fakultas dan ke biro rektor kampus.

Februari 2018,
Aku juga mengajukan proposal ke beberapa senior-senior dari organisasiku, termasuk ke Ketua DPRD Kota Medan, dan ke beberapa senior lainnya. Ketika aku follow up proposalku yang telah kuantar ke fakultas, banyak permasalahan. Aku harus bolak-balik revisi surat pengantar. Bolak-balik naik turun lantai 3 kampus. Dan ternyata hasilnya nihil, proposalku di tolak dari fakultas begitupun dari biro rektor. Sedikit kecewa, untuk kesekian kalinya aku mengalami hal yang sama.
"USU tidak akan membiayai delegasi tapi yang bisa dibantu itu adalah kegiatan lomba-lomba, kalau milih event juga harus mikir-mikir dong, jangan asal apply. Ngapain apply event yang biaya sendiri" kata ibu yg aku lupa namanya tapi beliau adalah perpanjangan tangan ibu Wakil Rektor III USU.

Aku tidak langsung menyerah, aku follow up lagi proposal yang aku ajukan ke DPRD. Ini juga tidak berjalan dengan mulus. Ada yang menerima tapi harus persentasi dulu, ada yang bilang "kabari saya 2minggu sebelum acara". Aku tidak lengah, aku ikuti saja sesuai kemauan mereka.
Setelah 2 minggu sebelum acara aku follow up lagi dan senior itu mengabaikanku. Hingga H-1 acara juga ia tak memberi balasan padahal tiap hari sudah aku follow up.

Aku follow up lagi ke senior lainnya. Dan kali ini membuahkan hasil. Aku yang selalu menunggu berjam-jam dikantornya. Disuruh kesana kemari, aku ikuti saja. Dan hasil tidak mengkhianati proses, aku dibiayainya perjalanan tiket PP Medan - Makassar - Medan. Saat penerimaan dana tersebut di Kantor Ketua DPRD Kota Medan, aku juga diwawancarai oleh media SIB Medan. Aku senangnya ga karuan sampai lompat-lompat. Serasa mimpi dapat dana tiket Garuda, uda gitu masuk koran lagi. Huaaaaa, beruntungnya aku.

Tanggal 28 Februari aku berangkat menuju Makassar dengan seorang diri.

1 Maret 2018,
Aku tiba di Makassar pada pukul 2 pagi. Panitia menjemput dari bandara. Sesampai di penginapan, aku langsung tidur. Aku sudah melihat 3 delegasi lainnya sudah tertidur. Besok pagi saja kenalannya, pikirku.

Hari pertama IFLC, dimulai dengan kegiatan public conference dengan pemateri yaitu Abraham Samad (ketua KPK 2011-2015), Syamsu Rizal (Wakil Walikota Makassar), dan Maritta Rastuti (Founder Indorelawan.org).
Aku mulai banyak berkenalan dengan teman-teman sesama delegasi dan langsung akrab dengan mereka. Aku juga bertemu dengan teman-teman dari event sebelumnya. Aku bertemu dengan Epi, teman sekamarku yang dengan cepatnya kami langsung akrab, kemana-mana selalu bersama. Ketika waktu kosong, dia meminta untuk menemaninya membeli jilbab ke mall. Dan wah untuk pertama kalinya saat event berlangsung aku bisa keluar ke mall. Tapi dengan tidak mengenyampingkan kegiatan. Setelah dari Mall Panakkukang kami pergi mencicipi Pallubasa (makanan khas Makassar). Epi itu tau tentang Makassar, meskipun ia berasal dari Kalimantan dan kuliah di Bandung. Malam itu ia menjadi tour guide ku. Sepulang dari melalak (bahasa medannya jalan-jalan), kami langsung ke lokasi acara. Syukur syukur engga telat.

2 Maret 2018
Hari kedua IFLC, kami dibawa menuju local area dan social research berdasarkan room masing-masing. Aku dan Epi kebetulan juga satu room yaitu room kemiskinan. Room lainnya ada lingkungan, ekonomi, pendidikan, gender, dan kesehatan. Banyak teman-teman menanyakanku kenapa memilih room kemiskinan padahal jurusanku FKM. "Yah aku mau mencoba hal baru saja, sudah sering juga bikin social project dibidang kesehatan" jawabku.
Area kami berada di Kelurahan Bontoala, Kabupaten Gowa, Makassar. Tempat ini merupakan tempat paling kumuh dan banyak keterbatasan. Saat berada di local area, kami mulai mewawancarai masyarakat yang ada disana. Betapa malangnya, pekerjaan mereka hanya memungut sampah-sampah dan plastik. Rumah mereka juga jauh dari kelayakan, lingkungan yang kumuh. Sayangnya kami hanya bisa meninjau dan memberi ide project untuk daerah ini. Kami tak bisa berbuat langsung. Kami sampaikan ide setelah meninjau, kemudian panitia yang akan melanjutkan ide tersebut untuk direalisasikan. Ya memang benar juga, untuk mewujudkan suatu project social itu tidak sebentar, butuh persiapan yang matang dan waktu yang lama, sedangkan kami peserta delegasi hanya beberapa hari saja di berada di Makassar. Malamnya dilanjutkan dengan acara cultural night. Penampilan kreasi dari daerah asal masing-masing.

3 Maret 2018
Hari ketiga IFLC, kami dibawa ke lapangan Universitas Hasanuddin untuk Outbond yang berlangsung selama 2 jam. Setelah outbond, mulai lah perjalanan city trip ke Pantai Losari dan Benteng Fort Rotterdam yang sekaligus penutupan acara.

4 Maret 2018
Meskipun acara sudah berakhir tetapi panitia masih menyediakan kami penginapan. Paginya aku pergi ke gereja sendirian. Gerejanya dekat dengan penginapan dan dekat dengan unhas, aku terkagum-kagum melihat gereja bak istana itu. Aku tak ingin meninggalkan tempat ini tanpa sebuah dokumentasi. Kemudian aku meminta seseorang untuk mengambil fotoku di gereja itu dan tak disangka-sangka pula seseorang itu adalah alumni USU yang merantau ke Makassar. Setelah bercengkerama cukup lama, aku kembali ke penginapan. Kemudian aku berkunjung ke sekretariat Paguyuban KSE Unhas. Walaupun hanya beberapa menit, perjumpaanku ke mereka sudah seperti keluarga yang baru dipertemukan kembali. Aku menjadi penerima beasiswa KSE sejak aku semester 5 sampai sekarang, itulah yang mengikat jaringan sesama penerima beasiswa KSE. Sore harinya, aku diantarkan panita ke bandara. Tapi aku tidak pulang ke Medan melainkan ke Kalimantan. Tiketku pulang ke Medan, aku meminta tanggal 8 Maret.  Tanggal 4-7 aku telah memesan tiket juga ke Kalimantan. Setelah 2 jam perjalanan di pesawat, aku tiba di Kalimantan. Aku harus menyetel jam tanganku karena perbedaan waktu sejam dari WITA ke WIB. Sesampai bandara pukul 8 malam, aku mulai mencari ojek menuju hotel. Aku harus menginap karena bus menuju desa yang aku tuju hanya beroperasi pukul 8 pagi dan 2 siang. Di sepanjang jalan menuju hotel yang begitu gelap dan sepi, aku sungguh terkaget-kaget melihat Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah ini. Perasaan takut dan pasrah bercampur aduk, aku baru pertama kali ketempat ini dan seorang diri pula. "Ah sudahla gausa takut, kalau niatnya baik gak akan kenapa-kenapa kok" pikirku dalam hati seraya menenangkan hati. 15 menit perjalanan aku sampai di hotel, aku memilih kamar yang paling murah karna minimnya uang yang aku pegang. Oh nooo, kamarnya.... (Yah sesuai dengan harga paling murah). Sampai tengah malam aku tidak bisa tidur karena ketidaknyamanan kamar ini. Aku selalu was-was kalau terjadi apa-apa, ini wilayah orang lain dan aku hanya pendatang. Pikiran burukku semakin aneh saat melihat kebanyakan penghuni hotel ini bapak-bapak. Disaat seperti ini, aku semakin kuat berdoa. "Selagi niatmu baik dan tulus, kau tidak akan kenapa-napa, Tuhan pasti beri jalan". Hanya kata-kata ini yang selalu kupegang dan menenangkanku.

5 Maret 2018
Pagi dengan hujan deras, aku segera bergegas turun untuk menunggu bus yang telah aku suruh jemput. Abangku telah mengajariku untuk menuju lokasi yang aku tuju, nama tempat, nomor hp supir bus, semuanya aman. Sungguh lega rasanya setelah meninggalkan hotel itu.
Perjalanan di bus selama 4 jam aku sampai di Parenggean, daerah di Kalimantan Tengah yang dekat dengan Kota Sampit. Selama di bus, aku banyak mendapat informasi mengenai Kalimantan dengan ibu-ibu yang duduk di sebelahku. Saat makan juga, aku dibayarinya. Rezeki anak soleh wkwk. Orang kalimantan baik-baik juga, pikirku. Selama ini aku selalu berfikir sebaliknya karna setiap aku dengar Kalimantan aku selalu ingat tragedi Sampit. Primitif sekali aku. Setelah berbincang dengan ibu itu, aku baru tau suku dikalimantan, makanan khas nya, karakter orangnya, daerah-daerahnya, dan banyak hal mengenai Kalimantan. Sesampai di Parenggean tadi, aku dijemput lagi. Perjalanan kedalam desa itu butuh waktu 1 jam lagi. Jalanannya masih tanah, belum di aspal, rumahnya juga masih jarang-jarang, sebagaimana perkebunan di Riau begitu juga perkebunan di Kalimantan. Sesampai di rumah, aku bertemu dengan seseorang yang telah lama tidak aku temui, aku langsung memeluknya. I'm not crying. Bahagiaku sungguh tak terdefenisikan, tak bisa diucapkan dengan kata-kata lagi.

6 Maret 2018,
Sehari berada di rumah ini, aku sungguh kerasan (bahasa jawanya betah). Desa yang nyaman, jauh dari hiruk pikuk ramainya perkotaan. Andai saja pertikaian itu tidak ada. Aku takkan sejauh ini menemuimu, pak.
Aku baru tahu kehidupanmu disini, setelah aku datang langsung ketempatmu. Tidak ada namanya mantan anak. Aku selalu menyayangi dan merindukanmu.

7 Maret 2018,
Paginya aku packing, bersiap siap menuju bandara karena aku harus ke Makassar lagi. Pertemuan yang sangat singkat namun berkesan. Disepanjang perjalanan, aku berbincang-bincang dengan supir. Aku mendapat banyak ilmu darinya. Inilah yang aku selalu katakan di blogku sebelumnya "Jadikanlah lingkunganmu sebagai sekolahmu dan orang lain sebagai gurumu". Meskipun dia supir atau bahkan pemulung sekalipun, pasti kita dapat ilmu baru dari mereka. Makanya aku selalu bergaul dengan siapapun itu tidak pandang bulu.
Malam harinya sesampai di Makassar, aku menyempatkan diri berkunjung ke Margabina PMKRI Cabang Makassar. Margabina itu sama dengan sebutan sekretariat. Lagi-lagi karena aku berorganisasilah, aku punya jaringan sejauh ini. Kemanapun aku pergi akan selalu ada keluarga yaitu PMKRI.

8 Maret 2018,
Setelah bermalam di Marga, paginya aku pergi menuju rumah temanku yang berjanji akan menemaniku jalan-jalan keliling Makassar. Walaupun cuaca tidak mendukung, hujan deras tak menghambat perjalanan kami menuju Leang-leang, Ramang-ramang dan Bantimurung. Dengan bermodalkan nekad, semuanya terlewati.

Seminggu melewati 2 pulau, semuanya berjalan dengan baik. Aku sungguh bersyukur atas kesempatan ini. Banyak pelajaran dari setiap waktu, tempat dan orang-orang yang aku temui.
Pengalaman memang sangat berharga.
Berjuanglah. Hasil tidak akan mengkhianatai proses :)

PEJUANG DI MASA MUDA
PEMIMPIN DI MASA TUA

Foto bersama Panitia dan Delegasi

Room Kemiskinan

Kelompok 9 Cultural Night

Pertemuan dengan Paguyuban KSE UNHAS

Pertemuan dengan PMKRI Cabang Makassar







Komentar

Unknown mengatakan…
Hahaha.... luar biasa...

Postingan populer dari blog ini

Ringkasan Buku “Mindset” Karya Carol S. Dweck

SINOPSIS BUKU SEGALA-GALANYA AMBYAR KARYA MARK MANSON