Dinamika Dunia Kerjaku
Hai kertas putih bersih tak bernoda. Apa kabarmu? Sudah terlalu lama menungguh kah? Maafkan aku yang selalu menunda menggoreskan pena di setiap baris halamanmu. Banyak sekali yang ingin ku katakan padamu. Dari kemarin hatiku tak berhenti bercerita, berpuisi, tapi semuanya hanya dalam hati. Angan-angan dan niat ada, tetapi tindakan nihil. Aku sungguh merindukanmu. Entah darimana harus ku mulai. Adakah pertanyaan kerinduan darimu juga? Sepertinya aku telah melanggar semua komitmen yang aku rencanakan sejak awal tahun ini. Aku tak bisa memegang idealisme yang aku pegang. Hahhh. Sejak kapan aku mengerti tentang idealisme? Iya sobat, banyak hal baru yang aku dapat. Sampai sampai aku bingung harus bercerita dari mana. Selama ini aku menulis terlalu terburu-buru, yang penting tujuannya tersampaikan , pikirku. Tidak ada seni nya, tidak ada bahasa sastra nya, tidak ada unsur keindahan sedikitpun, hingga gaya bahasa nonformal sesuka hatiku. Baiklah kali ini aku akan coba sedikit. Iya sedikit saja.
Bulan februari akan terasa berbeda dari bulan sebelumnya. Akan tetapi bulan ini akan membawa nuansa yang sama. Rutinitas mulai terjadwal. Tidak seperti bulan januari kemarin.
Sejak menjadi staff relawan sungguh banyak hal baru kudapat. Setelah sebulan berlalu, iya tak terasa sudah berakhir satu bulan menjadi staff relawan disini. Saat sebulan itu pekerjaan belum terkoordinir sebagaimana mestinya. Aku flashback lagi, sebelum menjadi staff relawan, awalnya aku tergabung dalam salah satu relawan yang telah kami bentuk. Kemudian ada seorang tangan kanannya paslon mengajak kami untuk menemaninya ke KPU melengkapi berkas paslon. Kami sebanyak tiga orang yang menemani beliau. Kami bagaikan pengawal diantara beliau, para petinggi-petinggi. Hanya duduk, diam dan mengamati. Selama dua hari itu, itu saja yang kami lakukan. Ketika berhadapan dengan pers, ya sama saja. Hanya menjadi pengikut di belakang. Terkadang beliau, para petinggi dengan seorang wanita itu menanyai idealisme kami, mengapa mau bergabung menjadi relawan. Aku yang tak hebat dalam berkata-kata untung saja salah satu temanku langsung diluan menyatakan argumennya. Sepertinya kami sedang diuji, pikirku. "Buat apa bergabung menjadi relawan, kayak tidak ada kerjaan saja, kerjakan saja skripsimu, lalu kamu akan cepat tamat habis itu langsung dapat kerja". Banyak pernyataan seperti itu terdengar. Kita sudah lama kenal kan sobat? Tak perlu lagi aku beretorika belaka untuk menjelaskan kembali idealismeku sendiri. Setelah dua hari tersebut berlalu, tibalah kami direkomendasikam menjadi salah satu staff di posko pemenangan relawan independen ini. "Namanya relawan, kamu harus rela berkorban menyita waktumu untuk pemenangan ini. Jangan harapkan gaji. Disini kamu bekerja secara ikhlas. Apa yang kamu dapat? Ilmu. Kamu bisa belajar disini. Seperti magang". Begitu ucap beliau mengajakku untuk bergabung di staff ini. Sepertinya kesempatan yang bagus untuk aku bekerja disini, lagipula skripsi tak menentu lagi jadwalnya. Disini ada lengkap wifi yang bisa aku akses sebebasnya sembari mengerjakan skripsi. Pengalaman, relasi, ilmu dan jaringan bisa aku peroleh saat menjadi staff di relawan ini. Kemudian aku diamanahkan sebagai LO (Liaison Officer) kayak penerima tamu di posko ini. Beliau mengajariku bagaimana prosedur kerja hingga ke teknis-teknisnya. Secara luas ia sampaikan hingga ke bagian spesifiknya karna beliau akan pergi ke Jakarta untuk tugas selanjutnya. Ia bolak balik ke Medan untuk menjalankan tugas kantornya. Setelah ia mulai membangun konsep posko ini, beliau pergi ke Jakarta dan jarang kembali. Hingga suatu saat setelah sebulan berlalu, terjadi kekacauan, permasalahan dalam tim staff posko secara internal. Maklum saja, yang bekerja didalamnya banyak anak-anak muda, banyak emosi belum terkontrol dan lagipula tidak ada yang mengkoordinir tim staff. Pada awal bulan februari lalu, barulah kami melakukan evaluasi seluruh tim staff posko pemenangan. Evaluasi dipimpin oleh salah seorang pria yang berasal dari Jakarta juga, maaf aku belum sepenuhnya mengenalnya darimana. Dari evaluasi ini, mataku kian terbelangak. Office hour akan segera diterapkan. Semua tim benar-benar harus bekerja tidak boleh sesuka hati datang dan pergi dalam proses pekerjaan. Kami diajarkan mulai dari nol. Dari segi berpakaian aku harus tampil sefeminim mungkin, mengenakan rok dan kemeja yang rapi layaknya dikantor pekerjaan, tutur kata, jam pekerjaan yang harus ontime, teknis-teknis dilapangan. Semuanya sudah terkonsep rapi. Banyak sekali PR yang tim LO harus persiapkan. Tim LO kami ada berempat, dua perempuan dan dua laki-laki. Akan ada penambahan tim LO sewaktu-waktu. Sebagai LO, harus benar benar banyak belajar, mulai dari profil calon paslon hingga ke silsilah keluarganya, rekam jejaknya, harus hafal wilayah-wilayah Sumatera Utara hingga daerah terpencil sekalilun, kenali orang-orang yang berdatangan ke posko karna kita tidak tau apakah mereka mata-mata atau tidak. Banyak lagi hal lain yang harus di pelajari. Aku tarik nafas dulu sejenak membayangkannya. Ini udah melebihi tugas skripsi yang aku emban sekarang bro. Ketika semua sibuk dengan masing-masing tugasnya, setelah itu emosi kian memanas, tim mulai sensitif. Jadi harus berhati-hati dalam bertindak baik dalam perkataan sekalipun.
Ada satu peristiwa yang membuatku hampir tak bisa bernafas. Ketika aku menjadi notulen dalam rapat koordinasi seluruh tim relawan. Ada banyak tokoh tokoh penting yang tergabung dalam rapat ini. Kebanyakan para kaum tua, ada pengacara, ada notaris, ada perkumpulan emak-emak, dan banyak mewakili tokoh lainnya. Aku mengenakan kemeja yang menunjukkan almamater kampusku. Kemudian salah satu bapak didalam rapat itu menyinggung pakaianku. "Sebelum rapat ini ditutup, saya perhatikan ibu notulen disana ada mengenakan seragam kampus, ada maksud dan kepentingan apa ibu tersebut memakainya dalam rapat ini?". Kata bapak tersebut. Sebenarnya masih panjang argumen bapak tersebut yang mengucilkanku menyudutkanku. Seketika tubuhku panas saat itu, ada rasa malu, ingin rasanya membenarkan diri tapi temanku disebelah, sebagai pemimpin rapat langsung membela ku. Para orangtua lainnya, peserta rapat saat itu banyak juga yang membela ku. "Tidak apa-apa nak, gausa takut, harusnya itu bagus kamu sebagai mahasiswa berani unjuk diri disini, gausa masukkan dalam hati, yang kamu lakukan tidak salah". Beberapa bapak-bapak dan ibu-ibu yang menenangkanku. Setelah itu rapat langsung ditutup. Ingin sekali aku kabur diantara keramaian saat itu tetapi malah banyak yang mengerumuniku untuk absensi relawan. Sungguh malu sangat malu, aku sama saja seperti mencoreng nama baik posko relawan. Aku staff disini tapi aku tidak mencerminkan hal baik. Aku memakai seragam kampusku. Padahal lingkup pekerjaan ini sangatlah sensitif, banyak kepentingan didalamnya. Aku harus lebih berhati-hati lagi. Biarlah ini menjadi pembelajaran bagiku untuk kedepannya tak terulang lagi.
Sebelumnya aku juga pernah di kick oleh koordinator tim kami. Beliau menanyakan perkembanganku sebagai seorang LO disini. Lalu bertanya mengenai informasi terbaru, dan ternyata ada yang ku lewatkan. Ada informasi di grup yang tidak kubaca. Seperti melakukan suatu kesalahan yang fatal, beliau langsung menggertakku. Ia mengatakan bahwa aku harus lebih gesit dalam menyerap informasi terbaru. "Jangan malas baca!!", Hentaknya padaku. Seketika aku terdiam. "Gilaaaaaaaa", tukasku dalam hati. Segitu kejamnya kah dunia pekerjaan ini. Mungkin aku yang terlalu lemah, sensitif dan mudah baper dalam kasus ini.
Perlahan demi perlahan aku mulai melapangkan dada dalam menghadapi setiap permasalahan yang ada.
Sebenarnya tak semua kisah sedih. Ada beberapa hal lucu didalam. Yah itu pasti. Didalam tim staff posko, ada yang sedang cinlok, ketika sedang jenuh bekerja kami melakukan karaoke bersama ditempat kerja.
Begini rupanya dunia kerja yang akan kuhadapi nantinya, pikirku.
Bulan februari akan terasa berbeda dari bulan sebelumnya. Akan tetapi bulan ini akan membawa nuansa yang sama. Rutinitas mulai terjadwal. Tidak seperti bulan januari kemarin.
Sejak menjadi staff relawan sungguh banyak hal baru kudapat. Setelah sebulan berlalu, iya tak terasa sudah berakhir satu bulan menjadi staff relawan disini. Saat sebulan itu pekerjaan belum terkoordinir sebagaimana mestinya. Aku flashback lagi, sebelum menjadi staff relawan, awalnya aku tergabung dalam salah satu relawan yang telah kami bentuk. Kemudian ada seorang tangan kanannya paslon mengajak kami untuk menemaninya ke KPU melengkapi berkas paslon. Kami sebanyak tiga orang yang menemani beliau. Kami bagaikan pengawal diantara beliau, para petinggi-petinggi. Hanya duduk, diam dan mengamati. Selama dua hari itu, itu saja yang kami lakukan. Ketika berhadapan dengan pers, ya sama saja. Hanya menjadi pengikut di belakang. Terkadang beliau, para petinggi dengan seorang wanita itu menanyai idealisme kami, mengapa mau bergabung menjadi relawan. Aku yang tak hebat dalam berkata-kata untung saja salah satu temanku langsung diluan menyatakan argumennya. Sepertinya kami sedang diuji, pikirku. "Buat apa bergabung menjadi relawan, kayak tidak ada kerjaan saja, kerjakan saja skripsimu, lalu kamu akan cepat tamat habis itu langsung dapat kerja". Banyak pernyataan seperti itu terdengar. Kita sudah lama kenal kan sobat? Tak perlu lagi aku beretorika belaka untuk menjelaskan kembali idealismeku sendiri. Setelah dua hari tersebut berlalu, tibalah kami direkomendasikam menjadi salah satu staff di posko pemenangan relawan independen ini. "Namanya relawan, kamu harus rela berkorban menyita waktumu untuk pemenangan ini. Jangan harapkan gaji. Disini kamu bekerja secara ikhlas. Apa yang kamu dapat? Ilmu. Kamu bisa belajar disini. Seperti magang". Begitu ucap beliau mengajakku untuk bergabung di staff ini. Sepertinya kesempatan yang bagus untuk aku bekerja disini, lagipula skripsi tak menentu lagi jadwalnya. Disini ada lengkap wifi yang bisa aku akses sebebasnya sembari mengerjakan skripsi. Pengalaman, relasi, ilmu dan jaringan bisa aku peroleh saat menjadi staff di relawan ini. Kemudian aku diamanahkan sebagai LO (Liaison Officer) kayak penerima tamu di posko ini. Beliau mengajariku bagaimana prosedur kerja hingga ke teknis-teknisnya. Secara luas ia sampaikan hingga ke bagian spesifiknya karna beliau akan pergi ke Jakarta untuk tugas selanjutnya. Ia bolak balik ke Medan untuk menjalankan tugas kantornya. Setelah ia mulai membangun konsep posko ini, beliau pergi ke Jakarta dan jarang kembali. Hingga suatu saat setelah sebulan berlalu, terjadi kekacauan, permasalahan dalam tim staff posko secara internal. Maklum saja, yang bekerja didalamnya banyak anak-anak muda, banyak emosi belum terkontrol dan lagipula tidak ada yang mengkoordinir tim staff. Pada awal bulan februari lalu, barulah kami melakukan evaluasi seluruh tim staff posko pemenangan. Evaluasi dipimpin oleh salah seorang pria yang berasal dari Jakarta juga, maaf aku belum sepenuhnya mengenalnya darimana. Dari evaluasi ini, mataku kian terbelangak. Office hour akan segera diterapkan. Semua tim benar-benar harus bekerja tidak boleh sesuka hati datang dan pergi dalam proses pekerjaan. Kami diajarkan mulai dari nol. Dari segi berpakaian aku harus tampil sefeminim mungkin, mengenakan rok dan kemeja yang rapi layaknya dikantor pekerjaan, tutur kata, jam pekerjaan yang harus ontime, teknis-teknis dilapangan. Semuanya sudah terkonsep rapi. Banyak sekali PR yang tim LO harus persiapkan. Tim LO kami ada berempat, dua perempuan dan dua laki-laki. Akan ada penambahan tim LO sewaktu-waktu. Sebagai LO, harus benar benar banyak belajar, mulai dari profil calon paslon hingga ke silsilah keluarganya, rekam jejaknya, harus hafal wilayah-wilayah Sumatera Utara hingga daerah terpencil sekalilun, kenali orang-orang yang berdatangan ke posko karna kita tidak tau apakah mereka mata-mata atau tidak. Banyak lagi hal lain yang harus di pelajari. Aku tarik nafas dulu sejenak membayangkannya. Ini udah melebihi tugas skripsi yang aku emban sekarang bro. Ketika semua sibuk dengan masing-masing tugasnya, setelah itu emosi kian memanas, tim mulai sensitif. Jadi harus berhati-hati dalam bertindak baik dalam perkataan sekalipun.
Ada satu peristiwa yang membuatku hampir tak bisa bernafas. Ketika aku menjadi notulen dalam rapat koordinasi seluruh tim relawan. Ada banyak tokoh tokoh penting yang tergabung dalam rapat ini. Kebanyakan para kaum tua, ada pengacara, ada notaris, ada perkumpulan emak-emak, dan banyak mewakili tokoh lainnya. Aku mengenakan kemeja yang menunjukkan almamater kampusku. Kemudian salah satu bapak didalam rapat itu menyinggung pakaianku. "Sebelum rapat ini ditutup, saya perhatikan ibu notulen disana ada mengenakan seragam kampus, ada maksud dan kepentingan apa ibu tersebut memakainya dalam rapat ini?". Kata bapak tersebut. Sebenarnya masih panjang argumen bapak tersebut yang mengucilkanku menyudutkanku. Seketika tubuhku panas saat itu, ada rasa malu, ingin rasanya membenarkan diri tapi temanku disebelah, sebagai pemimpin rapat langsung membela ku. Para orangtua lainnya, peserta rapat saat itu banyak juga yang membela ku. "Tidak apa-apa nak, gausa takut, harusnya itu bagus kamu sebagai mahasiswa berani unjuk diri disini, gausa masukkan dalam hati, yang kamu lakukan tidak salah". Beberapa bapak-bapak dan ibu-ibu yang menenangkanku. Setelah itu rapat langsung ditutup. Ingin sekali aku kabur diantara keramaian saat itu tetapi malah banyak yang mengerumuniku untuk absensi relawan. Sungguh malu sangat malu, aku sama saja seperti mencoreng nama baik posko relawan. Aku staff disini tapi aku tidak mencerminkan hal baik. Aku memakai seragam kampusku. Padahal lingkup pekerjaan ini sangatlah sensitif, banyak kepentingan didalamnya. Aku harus lebih berhati-hati lagi. Biarlah ini menjadi pembelajaran bagiku untuk kedepannya tak terulang lagi.
Sebelumnya aku juga pernah di kick oleh koordinator tim kami. Beliau menanyakan perkembanganku sebagai seorang LO disini. Lalu bertanya mengenai informasi terbaru, dan ternyata ada yang ku lewatkan. Ada informasi di grup yang tidak kubaca. Seperti melakukan suatu kesalahan yang fatal, beliau langsung menggertakku. Ia mengatakan bahwa aku harus lebih gesit dalam menyerap informasi terbaru. "Jangan malas baca!!", Hentaknya padaku. Seketika aku terdiam. "Gilaaaaaaaa", tukasku dalam hati. Segitu kejamnya kah dunia pekerjaan ini. Mungkin aku yang terlalu lemah, sensitif dan mudah baper dalam kasus ini.
Perlahan demi perlahan aku mulai melapangkan dada dalam menghadapi setiap permasalahan yang ada.
Sebenarnya tak semua kisah sedih. Ada beberapa hal lucu didalam. Yah itu pasti. Didalam tim staff posko, ada yang sedang cinlok, ketika sedang jenuh bekerja kami melakukan karaoke bersama ditempat kerja.
Begini rupanya dunia kerja yang akan kuhadapi nantinya, pikirku.
Komentar