DITIKAM OLEH SEBUAH KESADARAN
Hai, aku kembali setelah
sekian lama tidak menulis lagi. Aku terlalu sibuk dengan hal baru yang aku
mulai tapi tidak konsisten menjalankannya. Aku terlalu sibuk menikmati
hari-hariku dengan segumam pikiran-pikiran yang hanya melayang di kepala tanpa
menorehkannya pada blog yang bersejarah ini. Aku terlalu sibuk menikmati
kebahagiaan tiada tara yang diberikan sang pencipta.
Aku sangat bersyukur atas
kehidupan yang aku jalani sekarang. Aku sangat beruntung melewati masa-masa
dulu yang mungkin bagi kamu tidak seberapa menderita.
Untuk hal tertentu yang bisa
aku kontrol, menjadi sebuah kehidupan yang berbanding terbalik dibanding dulu. Untuk
hal tertentu yang tidak bisa aku kontrol, tetap menjadi sebuah kehidupan yang
baik dengan bumbu dosa dan tanpa rasa bersalah.
Ketika ingin memulai hari, seakan
seperti robot yang baik. Tekan tombol positive vibes, hari itu pun akan
berjalan dengan sangat baik, rileks, bahagia, damai, tentram. Hari itu ringan
sekali meski berbagai aktivitas mencoba untuk mengekang pikiran. Adalah sebuah
kunci utama pada sebuah tombol kebahagiaan yang menjadi prasayarat utama. Apapun
yang ingin dirasakan, dialami, dilalui dengan hal baik, tekan saja tombol
switch on pada positive vibes, positive mindset, positive thinking. Bukan tidak
menjadi sebuah usaha tanpa output kebahagiaan.
Namun, kalau sudah tak
terkendali, seperti ingin mati saja rasanya. Kuncinya adalah pada sebutir
pikiran positif. Hal kecil yang akan sangat mengubah hari-hari. Apa yang ditabur
itu akan akan dituai. Tidak gratis. Ada harga yang harus dibayar.
Kalau dipikir-pikir, nikmat
rasanya berteman dengan kegelapan dalam dosa yang tak terlihat dengan mata. Sebuah
candu yang terbayang-bayang dalam kepala yang selalu memaksa untuk kembali lagi
pada kehidupan yang memanas. Ada kalimat nemu di twitter, “jangan jemu-jemu
berbuat baik”. Tapi nyatanya, sulit untuk berbuat baik. Menikmati segelumur
hawa nafsu yang membuat lepas dari ketidakberdayaan. Lemah pada hajat nafsu. Tak
bisa dipungkiri, berbuat dosa sangat mudah untuk dilakukan dibanding memberi
harta tercinta kepada yang sangat membutuhkan. Jangankan harta, sebuah nilai
dan rasa kepedulian yang tak membutuhkan materi saja, sulit untuk dibagikan. Memberi
dan berharap kembali. Apa bedanya dengan orang jahat dimatamu?
Kalau tidak dilatih. Kalau tidak
diusahakan. Kalau tidak dibatasi. Kalau tidak dikontrol, kalau tidak
dikendalikan, kalau tidak di rem-rem. Hidup adalah sesuka hatiku tanpa surga
dan neraka. Maunya tiap hari dicekong saja dengan bayang-bayang kematian, agar
menjalani hari-hari tetap lurus sesuai kehendak sang pencipta semesta. Kiamat sudah
dekat, bertobatlah wahai manusia. Seru sicacing yang menikmati kotoran-kotorannya.
Seru sekali membaca buku “si
cacing dan kotoran kesayangannya”, yang membuatku berjuta-juta sadar atas
ketidakwarasanku menjalani hidup dengan diriku sendiri. Kalau di list, akan
muak membacanya. Kemunafikan yang indah. Lagi-lagi tanpa rasa bersalah, tanpa rasa
takut, tanpa rasa cinta. Ahh, betapa bodohnya aku ini. Tapi tak apa, tak ada manusia
yang sempurna.
Orgasme palsu selama ini rupanya.
Menikmati kehidupan dengan miskonsepsi dan minim makna. Sebuah kesadaran yang
mempertanyakan kembali tujuan kehidupan. Mundur kebelakang pada fase pencarian
jati diri. Begitulah hidup yang maju mundur. Tak selamanya ketika ingin
berjuang untuk maju, malah dipertontonkan dengan kehidupan yang lampau. Dipaksa
menikmati mind movie yang sejumput pertanyaan yang dipikir sudah selesai.
Ada begitu banyak hal yang
harus diperbaiki rupanya.
Aku hening dan berhenti
sejenak. Sepertinya aku harus menghilang dari sebuah eksistensi. Berhenti mencari
pengakuan dunia agar dipandang baik dan hebat. Sebuah fakta menemukanku pada
sebuah penyadaran diri bahwa aku bukan siapa-siapa. Bahwa aku belum apa-apa. Bahwa
aku belum secerdas yang aku pikirkan. Bahwa aku belum sebaik yang aku kira. Bahwa
aku jauh dari kata bijak yang aku harapkan. Bahwa aku tidak sesempurna yang aku
rasakan. Ada banyak lemak jahat yang harus dibakar sampai tidak berwujud. Ada banyak
pikiran-pikiran bawah sadar yang harus disadarkan. Sungguh, ini membuatku cukup
termangu terhadap kehidupan yang aku ciptakan. Ternyata harus banyak belajar. Banyak
berkontemplasi untuk memperbaiki diri. Jangan melulu mempertunjukkan kehebatan
diri pada dunia yang ternyata sebenarnya adalah keberpuraan. Ingin terlihat cerdas
padahal sebenarnya jauh dibatas rata-rata. Ingin terlihat berdamai, padahal
jauh didalam lubuk hati tersimpan kekacauan. Tidak konsisten antara dunia nyata
dan dunia maya.
Kehidupan seperti apa yang
telah aku bentuk dan ciptakan selama ini?
Kembali tersadar, aku harus
mengulanginya dari nol lagi. Oh tidak maksudnya bukan megulangi, tapi
memperbaiki. Sejenak aku akan terlihat tidak melakukan hal produktif yang
biasanya aku torehkan di semua social mediaku. Aku tidak menghilang. Aku hanya
perlu berkontemplasi. Agar aku kembali dengan sebuah kebijaksanaan yang telah
terbentuk rapih. Aku ingin pergi ke sebuah tempatku berasal dan dibentuk. Aku perlu
belajar denganNya untuk lebih intens.
Jari-jemariku penuh dengan jutaaan
ungkapan rasa yang tak sampai ku tulis.
Komentar