Kesepian yang Membunuh


Sepi itu indah namun bisa jadi bencana. Kesepian bisa membunuh. Terasa ada yang hilang, namun tak tau apa yang hilang. Kita mungkin memiliki uang, jabatan dan kemewahan lainnya. Tapi itu tidak menjamin bahwa hidup kita akan penuh warna. Bertahan hidup dengan drama kehidupan. Memakai topeng dalam keseharian demi keutuhan hidup.

Banyak teman dan sahabat, namun terasa hampa dan kosong dalam kesendirian tanpa kesan. Tangisan malam terdengar oleh sang malam hingga menuju pagi. Yang terlihat hanya semu walau berjuang mencari arti.

Waktu berlalu tanpa memberitahu. Dulu bersama-sama sekarang terpisahkan. Tak ada yang salah. Semua memang pasti akan berubah. Tak ada yang abadi. Sepi dalam kesendirian itu menyakitkan. Orang-orang melihat selalu bahagia, tersimpan kesunyian yang tak terungkap. Yang terdekat belum tau segalanya hanya sebatas prolog hiburan sementara.

Kehidupan menawarkan sejuta keindahan setelah melewati kepedihan. Keadaan tidak salah. Pola pikir yang salah. Tak mampu mengikuti arus perubahan bersiap melewati kehidupan yang lebih keras. Kepedihan yang terus menemani. Merenung demi intropeksi diri, memantaskan diri dengan janji dan komitmen tanpa halusinasi dan ekspektasi yang terlalu tinggi.

Berharap pergi menyambut kebahagiaan. Berjalan ke arah pintu yang baru dan penuh keramaian. Semua ada disana. Namun alhasil ? Lagi-lagi terlihat ceria demi menutupi hari hari yang antre kesepian. Transisi kehidupan memaksa untuk keluar dari zona nyaman alih-alih menjemput kemajuan.

Sungguh, ingin kunikmati hati bersemi. Berbunga-bunga karena dicintai. Menemukan penyejuk jiwa, penjaga hati. Menghentikan sunyi yang tak bertepi. Sesulit inikah?

Inilah kenyataan hidup. Melawan waktu. Melawan dunia. Liku perjuangan terpaut mesra. Seakan kebahagiaan dan kepedihan adalah kesatuan yang utuh.

Kesepian malam berujung penyesalan. Terlampiaskan dengan penuh penyesalahan. Tak kuasa menahan. Luka lama kian terulang oleh karena kehampaan. Perjuangan menuju kesia-siaan. Kemudian terjadi. Terasa nikmat namun menyayat. Terasa hangat namun pedih. Kesendirian yang menyakiti diri sendiri. Diantara sadar atau tidak sadar. Kenikmatan yang berharap mampu membunuh kehampaan. Sudah terduga menjadi sia sia. Sesulit ini menahan dosa?

Bukan dua yang menjadi satu. Berharap demikian.

Malam yang sunyi melawan sepi melawan nafsu. Hingga malam menjemput pagi. Memaksa diri bermimpi indah tapi malah menikmati diri sendiri yang berujung penyesalan. Lagi-lagi.

Apakah berdoa padaNya untuk menemukanmu menjadikan kita satu mampu menghentikan kesunyian dan membunuh kebiasaan ini?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ringkasan Buku “Mindset” Karya Carol S. Dweck

SINOPSIS BUKU SEGALA-GALANYA AMBYAR KARYA MARK MANSON